Selain seminar, Boral Platerboard Indonesia, Selasa (9/10/2012), juga memperkenalkan satu sistem plafon baru bernama “Jayaseismic” atau sistem plafon tahan gempa. Sistem ini sangat sesuai bagi wilayah Indonesia sebagai salah satu kawasan di Cincin Api (Ring of Fire) yang seringkali terkena gempa.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejauh ini praktik pemasangan plafon di lapangan jarang sekali menyentuh elemen non-struktural dan lebih fokus pada fondasi bangunan. Padahal, telah terbukti, mengabaikan elemen tersebut ikut menambah korban jiwa sehingga plafon dan dinding penyekat mau tak mau harus juga dirancang tahan gempa.
Berkaca pada peristiwa gempa Padang, Boral Platerboard Indonesia melakukan riset untuk menghadirkan solusi plafon gipsum tahan gempa, dan saat ini telah tersedia dua sistem plafon, yaitu concealed grid dan exposed grid, dengan standar internasional.
“Untuk memastikan performanya, kedua sistem plafon ini sudah kami lakukan uji ketahanan gempa di laboratorium Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan hasil sangat memuaskan, di mana mampu bertahan pada skala gempa yang pernah tercatat di Indonesia, bahkan jauh lebih kuat,” papar Technical Manager PT Petrojaya Boral Plasterboard, Indra Budi Wibowo, kepada Kompas.com di sela seminar arsitektural bertema “Build a great and sustainable design with Jayaboard” di Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (9/10/2012).
Indra menambahkan, mungkin orang bertanya-tanya tentang kekuatannya sampai berapa Skala Richter?
Indra menuturkan, di sinilah perlu diketahui, bahwa proses pengujian di laboratorium menggunakan skala tersendiri, yaitu Peak Ground Acceleration (PGA). PGA menunjukkan besarnya percepatan gempa bumi di atas tanah. Skala PGA tidak tergantung pada jarak ataupun besarnya kekuatan energi gempa bumi di episentrum seperti Skala Richter.
“Dengan menggunakan skala PGA kita bisa mengetahui performa sistem plafon dalam menahan besarnya getaran yang terjadi ketika gempa datang. Hasil tes menunjukkan, kemampuan sistem plafon Jaya Seismik Concealed mencapai PGA 1.44g, sedangkan Jaya Seismik Exposed mencapai PGA 1.23g, dengan kondisi plafon yang masih utuh tanpa adanya kerusakan,” papar Indra.
Menurut sejarah gempa bumi di Indonesia, gempa di Aceh pada 2004 lalu masih tergolong paling besar. Dengan skala 8,9 skala Richter yang diikuti dengan tsunami, gempa Aceh tercatat dengan PGA hingga 0,89g. Atau, gempa di Padang tahun 2009 dengan 7,6 skala Ritchter dan PGA hingga 0,3g, atau peristiwa di Yogyakarta pada 2006 dengan skala 5.8 skala Ritchter dan PGA 0,07g.
“Semua gempa tersebut tercatat dengan skala PGA di bawah 1.0g, sementara sistem plafon yang sudah kami uji mencapai hingga 1,44g. Dengan kata lain, sistem plafon ini sangat cocok untuk diaplikasikan di Indonesia,” tambahnya.
Mendukung UU Bangunan
Sementara itu, menurut Marketing Manager Boral Plasterboard Indonesia, Theresia Lilya, sebetulnya Jayaseismic sudah diproduksi sejak lama, tepatnya setahun setelah gempa Padang. Namun, karena membutuhkan uji komponen dan tes sertifikat, Jayaseismic baru diumumkan sekarang ke publik. “Karena sertifikat hasil tesnya baru keluar tahun ini,” kata Theresia.
Theresia mengatakan, Jayaseismic sebetulnya bisa dimiliki oleh semua masyarakat umum, terutama di daerah-daerah rawan gempa. Namun, untuk sementara pihaknya baru membuat project reference di Padang, Sumatera Barat.
“Kita tidak melalui agen seperti plafon standar, tetapi lewat konsultan atau arsitek-arsitek yang kemudian dikerjakan oleh aplikator-aplikatornya,” ujar Theresia. Dia mengakui, fokus bisnis untuk produk Jayaseismic masih “B to B”, belum menyentuh “end user” pemilik hunian karena permintaannya belum ada.
Di sisi lain, Jayaseismic saat ini lebih dibutuhkan pada gedung-gedung bertingkat, baik itu fasilitas pemerintah maupun swasta. “Memang, lebih mahal 30 persen dari harga plafon standar. Tetapi, benefitnya untuk gedung bertingkat dengan banyak penghuni sangat dibutuhkan. Apalagi, sejak adanya UU Bangunan Tahan Gempa, produk ini lebih mumpuni untuk mendukung UU tersebut,” katanya.
Post a Comment