Pernahkah Anda membeli batik dengan harga Rp 20 ribu?
Atau paling tidak menemukan batik seharga itu? Bukan batik anak-anak, tapi untuk dewasa.
Ada beberapa kejadian misalnya di pasar klewer, Solo. Di sebuah lapak di pinggir lapangan alun-alun utara kraton Solo ada kemeja batik dg motif campuran antara parang rusak, flora, ada juga gambar hewannya.
Harganya pun cukup murah antara 15ribu-30ribuan.
Kalau dipikir2 bagaimana mungkin ada batik dengan harga begitu murah. Meski batik cetak sekalipun. Biaya kain, biaya cetak, biaya potong dan biaya jahit? Tak bisa dibayangkan.
Belakangan muncul isu adanya batik palsu buatan Cina yang membanjiri pasar Indonesia. Meski keran perdagangan bebas Asia – Cina belum dibuka, namun barang dari negeri tirai bambu itu telah masuk tanah air.
Keunggulan mereka, jelas … harga jual yang sangat murah mulai Rp. 25.000,- – Rp. 30.000,- untuk satu potong baju atasan.
Jangan harap dengan harga segitu Anda bisa mendapat batik dengan kualitas bagus. Permasalahanya bagaimana kalau ternyata batik Cina yang katanya palsu itu dijual dengan harga sama dengan harga batik asli Indonesia? Apakah Anda bisa mengenalinya?
Nah dari beberapa diskusi, dan riset ada beberapa hal yang bisa kita perhatikan untuk membedakan batik Indonesia dengan batik palsu dari Cina.
Quote:
Batik Indonesia berbeda dengan milik Malaysia dan China, karena negara ini memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain. "Batik asli Indonesia bukan produksi pabrikan (printing/kain bermotif batik). Selama ini, batik khas nasional diproses secara tulis atau dikenal dengan sebutan batik tulis. Adapula batik cap yang juga termasuk batik khas Indonesia," kata Ketua Asosiasi Tenun, Batik, dan Bordir Jawa Timur, Erwin Sosrokusumo, saat ditemui ANTARA, di kantornya, di Surabaya, Rabu. Menurut dia, sebenarnya batik Indonesia sudah dikenal bangsa lain sejak zaman Kerajaan Jenggala, Airlangga, dan Majapahit. Namun, saat itu bahan utamanya didatangkan dari China. Penyebabnya, kain sebagai bahan dasar membatik sulit diperoleh di Indonesia. "Untuk itu, batik memang harus diklaim oleh negara ini dan bukan negara lain yang mengaku-aku," ujarnya. Sementara itu, ia menjelaskan, pengakuan "United Nation Educational Scientific and Cultural Organization" (UNESCO) organisasi yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terhadap batik negeri ini pada 2 Oktober 2009, adalah peluang utama mempertahankan kebudayaan bangsa. "Apalagi, selama ini batik Indonesia sudah memiliki pasar di berbagai negara di dunia seperti di sejumlah negara Eropa dan Asia," katanya. Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, Arifin T. Hariadi, merasa bangga karena batik sebagai warisan nenek moyang Indonesia bisa memperoleh pengakuan internasional. "Kebanggaan ini wajib disyukuri dan didukung secara penuh oleh seluruh masyarakat Indonesia," katanya. Ia mencontohkan, bisa dengan menyebarluaskan penggunaan batik di Indonesia, terutama di provinsi ini. Di Jatim, hal tersebut bisa dioptimalkan dengan menggalakan program Penggunaan Pemakaian Produk Dalam negeri (P3DN). "Semisal, memakai batik sebagai seragam pegawai negeri sipil (PNS)," ujarnya. Di sisi lain, ia menyatakan, kerajinan batik Indonesia sudah sepantasnya diangkat menjadi warisan budaya dunia. Untuk itu, bangsa Indonesia tidak perlu khwatir jika negara lain mengakui batik menjadi miliknya. "Klaim yang dilakukan Malaysia dan China. Keduanya sama-sama memproduksi batik, tetapi produk itu bukan batik sebenarnya alias `printing` (kain bermotif batik produksi pabrik). Kami bersyukur konsep batik kita sulit ditiru karena memiliki ciri khas tertentu," katanya. Selain Malaysia dan China, ia mengaku, sebenarnya batik "printing" bisa diproduksi oleh beberapa negara di dunia. Asal mempunyai alat yang canggih dan modal besar, mereka (negara produsen batik) mampu memproduksi batik hingga ratusan juta unit dan dipasarkan di berbagai negara. Ketika batik Indonesia sudah resmi menjadi warisan budaya internasional, ke depan, pihaknya mengimbau seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, khususnya Jatim supaya lebih mencintai produk batik dan produk dalam negeri. "Contohnya, masyarakat dapat mengenakan pakaian batik atau bahan batik dalam kehidupan sehari-hari. Minimal mereka berkenan memakai batik satu kali dalam seminggu," katanya. Apabila hal tersebut bisa direalisasikan secepatnya, ia optimistis, pertumbuhan angka penjualan perajin batik baik Industri Kecil Menengah (IKM) dan Usaha Kecil Menengah (UKM) kian meningkat. "Sampai sekarang, di provinsi ini ada 191 sentra IKM. Sementara di sektor batik dan bordir ada 5.926 unit. Secara total, penyerapan tenaga kerja di keduanya sekitar 21.000 pekerja," katanya. |
Quote:
Nah, berdasarkan itulah kita harus waspada dalam memilih dan membeli pakaian batik Ciri Batik palsu dari Cina:
Mengutif Edward Hutabarat, hanya pengetahuan akan kekayaan budaya negeri sendirilah yang dapat memastikan dan membantu kita untuk membedakan antara batik asli Indonesia dengan batik palsu buatan Cina. Maka, kata Ali Markus, “Cintailah pluduk-ploduk Indonesia,” |
sumber :http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=10627067
Post a Comment