Berawal dari bantu-bantu bisnis orangtua, Hinda Japar kini sukses menjadi pengusaha dodol di Garut, Jawa Barat. Dari usaha ini ia meraup omzet hingga Rp 400 juta per bulan.
Ada banyak variasi olahan makanan khas Kota Garut yang dipasarkannya dengan merek Pusaka dan Pusaka JS. Dodol Garut Pusaka merupakan bisnis yang dirintis oleh orang tua Hinda sejak tahun 1970-an.
Awalnya dodol Pusaka merupakan usaha rumahan dengan skala kecil. Hinda kemudian mengambil alih bisnis orangtuanya itu pada 2005. Hingga saat ini, Hinda menjabat Direktur Perusahaan Dodol Garut Pusaka.
Dalam sehari, pabrik dodol milik Hinda bisa memproduksi rata-rata 1 ton dodol. Harga dodol di tingkat pabrik Rp 16.500 – Rp 17.000 per kilogram (kg). “Jadi, omzet saya dalam sebulan mencapai Rp 400 juta,” kata Hinda.
Selain pabrik, Hinda juga memiliki dua toko untuk memasarkan produk dodol buatannya itu. Di dua toko itu, ia menjual pelbagai varian dodol, seperti dodol dengan rasa buah-buahan dan rujak dodol.
Pria 43 tahun ini sudah mulai membantu bisnis orang tuanya sejak tamat dari bangku SMA pada tahun 1989. Tapi, baru tahun 2005 ia memegang tampuk kepemimpinan di perusahaan keluarga itu.
Saat mulai dikendalikannya, usaha warisan orang tua ini memiliki kelemahan di bidang pemasaran. Ketika itu, Dodol Pusaka hanya dipasarkan di wilayah Garut. Namun, setelah beberapa tahun dikelola Hinda, wilayah pemasarannya meluas hingga ke Jakarta, Bandung, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan.
Kebanyakan, konsumennya merupakan pedagang makanan di daerahnya masing-masing. Biasanya, mereka menjual lagi dodol buatannya dengan harga Rp 30.000 hingga Rp 60.000 per kotak.
Menurut Hinda, pelanggannya di Kalimantan ada yang memasok dodolnya ke beberapa pusat perbelanjaan. Sementara pelanggannya di Jawa Timur ada yang memasok ke toko oleh-oleh di beberapa tempat wisata.
Hinda Japar sudah ikut membantu kedua orang tuanya mengelola usaha pembuatan dodol sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Tepatnya sejak tahun 1970-an. "Saya hanya bertugas membantu produksi di pabrik kecil milik orang tua," katanya.
Sebagai anak pertama di keluarganya, Hinda memang dipersiapkan untuk meneruskan bisnis orang tuanya ini. Di tahun 1970-an itu, menurut Hinda, bisnis dodol Pusaka milik orang tuanya masih skala kecil.
Baru di tahun 1990-an, merek dodol Pusaka dikenal oleh masyarakat Jawa Barat. Sejak saat itu, dodol Pusaka diproduksi dalam jumlah besar. Makanya, ketika lulus sekolah menengah atas (SMA) pada 1989, Hinda memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah. Ia memilih fokus membantu orang tuanya membesarkan usaha.
Oleh orang tuanya, ia diberi tugas mengurus produksi dan pemasaran dodol Pusaka. Pada tahun 2005, usaha dodol ini baru diwariskan ke Hinda. Langkah pertama yang dilakukannya saat menerima usaha ini adalah memperkuat produksi. "Saat itu saya langsung membangun pabrik sendiri," ujarnya.
Hinda sempat mengalami kekurangan dana untuk membangun pabrik. Pasalnya, ia butuh pabrik skala besar yang bisa memproduksi dodol dalam jumlah banyak. Selain biaya buat membangun pabrik, ia juga perlu biaya lumayan besar buat membeli tanah.
Untungnya, kekurangan dana bisa tutup dari pinjaman dari bank. “Karena usaha orang tua saya ini sudah terkenal, bank percaya saja meminjamkan uang kepada saya,” ucapnya.
Kini, pabrik barunya itu mampu memproduksi dodol sebanyak 1 ton per hari. Setelah pendirian pabrik selesai, ia terus mencari strategi untuk mengembangkan pemasaran dodol Pusaka.
Salah satunya dengan rajin mengikuti pameran kuliner di Jakarta. Dari pameran ini, produk dodolnya semakin dikenal luas. Selain di Jawa Barat, ia sekarang sering mendapat pesanan dari daerah-daerah.
Hingga saat ini, Hinda terus berupaya untuk memperluas pemasaran dodol Pusaka. Menurutnya, tidak cukup hanya mengandalkan penjualan dari toko. Soalnya, penjualan toko sangat bergantung kepada musim liburan.“Biasanya baru ramai pembeli kalau libur sekolah dan banyak yang berkunjung ke Garut saja,” katanya.
Apalagi, sekarang di Garut semakin banyak kompetitor di bidang usaha yang sama. Bahkan, di daerahnya itu kini banyak muncul produsen dodol dengan kualitas rendah yang merusak pasar.
Sukses di bisnis dodol Garut dengan omzet ratusan juta, tak membuat Hinda Japar cepat puas. Ia masih berambisi untuk terus membesarkan usaha pembuatan dodol Garut peninggalan orang tuanya itu.
Hinda mengaku, ingin sekali mengekspor produk dodol Garut merek Pusaka buatannya ke luar negeri. Ia menargetkan, rencana ekspor itu bisa terwujud tahun ini juga. Hinda mengaku, saat masih menjadi mitra binaan PT Krakatau Steel pernah mengekspor dodol Pusaka ke Dubai, Uni Emirat Arab.
Ekspor ke Dubai itu berlangsung sekitar tahun 2000-an. Namun, ekspor terpaksa dihentikan karena keterbatasan manajemen. Pengalaman itu juga yang mendorongnya untuk mencoba kembali melakukan ekspor.
Ia optmistis, keinginan untuk ekspor tahun ini bisa terealisasi. "Soalnya, sekarang ini saya sudah mendapatkan satu calon buyer dari Singapura," katanya.
Namun, rencana ekspor ini bukannya tanpa halangan. Salah satunya di bidang kemasan. Untuk ekspor diperlukan kualitas kemasan agak bagus. Namun, biayanya tentu besar. Nah, ia khawatir ongkos produksi bakal membengkak.
Makanya, sekarang ia sedang mencari cara untuk menurunkan ongkos produksi ini. Tidak hanya itu, ia juga masih merasa perlu melakukan inovasi produk. Menurutnya, varian dodol Pusaka masih kurang beragam. Sejak meluncurkan varian rujak dodol tahun lalu, ia belum menemukan lagi varian baru untuk dikembangkan.
Sampai saat ini ia masih terus berusaha menemukan resep baru untuk produk dodolnya tersebut. Lantaran perhatiannya masih terfokus kepada usaha dodolnya, ia mengaku belum berencana merambah bisnis lain.
Bagi Hinda, bisnis dodol sendiri penuh dengan tantangan. Selama mengelola usaha ini, ia pernah beberapa kali dirugikan oleh agen, terutama agen-agen kecil.
Soalnya, mereka ini sering telat melakukan pembayaran. Bahkan, ada juga yang tidak melakukan pembayaran sama sekali. Padahal, produk sudah terlanjur dikirim.
Agen besar juga pernah mangkir dari kewajiban membayar. Hal itu pernah dilakukan agen besar di wilayah Surabaya, Jawa Timur dan Cianjur, Jawa Barat. "Alasan mereka saat itu sudah bangkrut, sehingga tidak memiliki uang lagi untuk membayar saya," ujarnya.
Kini, Hinda lebih berhati-hati dalam memilih agen yang akan memasarkan produknya.
Post a Comment