China & Jepang Tegang Rebutan Pulau Kosong, RI Malah Tawarkan 'Adopsi Pulau' ke Asing



Dorong Ekonomi Masyarakat Terpencil, Pemerintah Buat Program Adopsi Pulau

Jakarta - Saat ini Indonesia memiliki 92 pulau terluar/terdepan yang umumnya lokasinya sangat terpencil. Pemerintah menyiapkan beberapa program untuk mengangkat ekonomi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau tersebut. Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad mengatakan, pengelolaan dan pengembangan serta percepatan pulau-pulau kecil terdepan dilaksanakan lewat
program adopsi pulau. Program adopsi pulau merupakan salah satu program pengembangan pulau-pulau kecil yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders), diantaranya pemerintah, masyarakat dan swasta.

Terkait pengembangan sarana dan prasarana pembangunan ekonomi di pulau-pulau kecil terdepan, Sudirman mengatakan infrastruktur berperan penting dalam menarik perhatian para investor. “Nantinya akan disediakan berbagai fasilitas sepeti energi, air bersih, cool box, floating jetty serta berbagai bantuan sarana alat tangkap,” katanya dalam keterangan tertulisnya Minggu (7/10/2012). Ia menuturkan investasi tersebut akan diarahkan ke sektor perikanan dan pariwisata. Terkait hal itu, KKP telah mengidentifikasi dan memetakan pulau-pulau kecil terdepan serta membuat profil 92 pulau kecil terluar dan 31 pulau diantaranya telah berpenduduk. “Sebanyak 31 pulau terdepan tersebut berpenduduk, sehingga perlu kita berdayakan ekonomi masyarakatnya,” jelas Sudirman. Seperti diketahui, KKP bersinergi dengan 17 Kementerian/Lembaga terkait telah melaksanakan rapat koordinasi, terkait pengelolaan pulau-pulau kecil terluar (PPKT). Hal tersebut merujuk pada Perpres 78/2005. Pada 2012, KKP menargetkan 60 pulau-pulau kecil menjadi prioritas sesuai dengan Renstra KKP 2010-2014. Program adopsi pulau tersebut turut mengajak Perguruan Tinggi (PT).




Uji UU Pengelolaan Wilayah Pesisir: Sejak 2011 MK Larang Swasta Kuasai Wilayah Pesisir

China dan Jepang Berebut Kuasa di Kepulauan Diaoyu (pulau kosong)
Edisi 39 – Tahun 1 | 8 – 14 Oktober 2012





Dua kekuatan utama ekonomi Asia bersitegang karena sengketa wilayah. Bisa memicu perang Sino-Jepang ketiga. Demonstran berteriak sambil membawa potret mendiang pemimpin Cina, Mao Zedong saat berunjuk rasa di luar kedutaan Jepang di Beijing. Lebih dari seribu demonstran yang marah akhirnya bentrok dengan polisi anti huru-hara di depan Kedutaan Besar Jepang, di Beijing, Selasa pekan lalu. Para pengunjuk rasa berusaha mendobrak enam lapis barisan polisi yang berjaga-jaga sambil melemparinya dengan botol minuman dan telur. Beberapa pendemo terlihat berkelahi dengan polisi di dekat pintu gerbang untuk menerobos masuk ke kedutaan negara matahari terbit itu.


“Cina bukan negara yang lemah lagi. Kita kuat dan kita seharusnya tidak lagi diganggu oleh Jepang,” kata salah satu pendemo, Jiu Longtou, seorang pekerja pabrik, 31 tahun. “Pulau Diaoyu milik Cina dan kami harus melindunginya dari Jepang,” tegasnya di tengah kerumunan orang yang yang membawa potret mendiang pemimpin Cina, Mao Zedong. Secara serempak, mereka menyerukan perang melawan Jepang. Demonstrasi ini bertepatan dengan peringatan 81 tahun invasi Jepang ke Cina timur yang jatuh setiap 18 September. Peristiwa ini dikenal sebagai “insiden Mukden”. Luka lama ini semakin membakar amarah warga Tiongkok yang tak terima dengan ulah Jepang, yang mengklaim Kepualuan Diaoyu atau Senkaku sebagai wilayah teritorial mereka.


Protes juga berlangsung di Guangzhou, Wenzhou, Shanghai dan kota-kota Cina lainnya. Kantor berita Jepang, Kyodo News Agency, melaporkan protes setidaknya terjadi di 100 kota. Di hari yang sama, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta sedang mengadakan pertemuan panjang dengan Menteri Pertahanan Cina, Jenderal Liang Guanglie. Dalam kunjungan tiga hari ke Cina itu, Panetta berupaya menekan Cina agar mencari solusi damai untuk menyelesaikan sengketa teritorial. Liang berharap, Amerika menghormati komitmennya untuk mempertahankan sikap netral dalam sengketa kepulauan ini. Pendekatan tak hanya dilakukan terhadap Cina. Pekan sebelumnya Paneta juga berkunjung ke Jepang. Dia bertemu Menteri Pertahanan, Satoshi Morimoto, dan Menteri Luar Negeri Koichiro Gemba. Selain menyatakan prihatin atas sengketa tersebut, di Jepang Panetta juga mengumumkan Amerika dan Jepang sepakat menggelar sistem pertahanan rudal kedua, yang dirancang untuk melindungi kawasan dari ancaman Korea Utara, yang tak lain sekutu dekat Cina. Namun, kerjasama sistem pertahanan rudal seakan mengirim sinyal kepada Cina bahwa Washington membantu Jepang jika negara itu diserang.




Ketegangan antara Cina dan Jepang memuncak setelah Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda, dua pekan lalu secara resmi membeli tiga pulau dari lima pulau yang disengketakan, dari pemiliknya yang berkewarganegaraan Jepang. Memiliki luas sekitar 7 kilometer persegi, gugusan pulau Diayou terletak di timur laut Taiwan, timur Cina daratan dan di barat daya kawasan Okinawa, Jepang. Selama beberapa dekade, pulau karang tak berpenghuni itu menjadi titik sengketa antara Cina dan Jepang. Ini karena Diaoyu dekat dengan jalur pelayaran strategis yang penting, kaya ikan dan diperkirakan mengandung deposit minyak. Jepang mengklaim pulau-pulau tersebut sejak 1895. Setelah Perang Dunia II, Amerika Serikat mengambil yurisdiksi dan menyerahkannya ke Jepang pada 1972. Tapi, Cina juga mengklaim Kepulauan Diaoyu sudah menjadi bagian wilayah Cina sejak zaman kuno. Dokumen sejarah menunjukkan, pulau-pulau itu telah ada di peta Cina sejak Dinasti Ming (1368-1644), lebih dari 400 tahun sebelum Jepang mengklaim penemuan pulaupulau itu pada 1895. Begitu juga Taiwan. Mereka ikut mengklaim sebagai pemilik wilayah, sesuai Perjanjian 1951 atau kesepakatan San Francisco.


Akibat pembelian tiga gugus pulau itu, Jumat dua pekan lalu, Beijing mengirim kapal patroli ke lima pulau di Laut Cina Timur sebagai bentuk kemarahan kepada Tokyo. Tak cukup dengan itu, terjadi amuk massa, penjarahan dan pengrusakan jaringan bisnis Jepang di Cina. Semua pabrik, toko, restoran dan sekolah Jepang di Cina resmi ditutup sejak Selasa pekan lalu. Surat kabar China Daily melaporkan, Mazda menghentikan produksi di pabrik Nanjing selama empat hari dan Panasonic menutup pabriknya di Qingdao. Begitu juga Canon, mereka menutup tiga pabrik, meliburkan 20.000 karyawan dan menutup 19 gerai toko Uniqlo di Cina.


Kejadian ini cukup mencengangkan. Sebab, Cina merupakan mitra dagang terbesar Jepang. “Ini merupakan perhatian utama. Kita khawatir jika tidak ditangani dengan benar maka situasi tak terkendali,” kata Martin Schulz dari Fujitsu Research Institute. “Dan setiap perkembangan tersebut akan merugikan perusahaan Jepang lebih jauh.” Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda menyerukan agar Cina menjamin keselamatan warga dan pebisnis Jepang yang berada disana. Di Shanghai, populasi ekspatriat Jepang sekitar 56.000 orang. “Ini bisa menjadi titik balik bagi perusahaan Jepang. Membuat mereka melakukan diversifikasi ke Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika,” kata Tetsuo Kotani, seorang peneliti di Institut Urusan Internasional Jepang di Tokyo.



----------------------


Hanya berebut pulau kosong tak berpenghuni, Jepang dan China sekarang sedang tegang,, bahkan rakyat kedua negara mulai bangkit nasionalisme masing-masing untuk mempertahankan pulau-pulau kososng itu. Media Barat bahkan menyebutnya, kasus ini bisa menjadi "cassus belly" perang China dan Jepang. Sebegitu gawatnyakah? Kita di Indonesia yang memiliki pulau-pulau ribuan jumlahnya, dan sebagian besar kosong dan tak berpenghuni, kini malah sedang ditawar-tawarkan oleh Pemerintah cq Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kepada perusahaan asing untuk mengadopsi pulau-pulau kita secara penuh (baca berita "RI Tawarkan BUMN dan Perusahaan Migas 'Adopsi' 20 Pulau"). Laporan terakhir dari beberapa LSM menyebutkan, bahwa izin itu disalah-gunakan oleh perusahaan asing yng diberi hak kelola pulau-pulau itu untuk membuka tambang di pulau-pulau itu, dan merusak ekosistemnya (baca "Program Adopsi Pulau Kecil Banyak Disalahgunakan"). Ini baru laporan awal saja. Yang dicemaskan, kalau pulau-pulau itu dipakai untuk kegiatan non-ekonomi, seperti dijadikan stasiun mata-mata negara asing, atau bahkan dijadikan pos militer asing. Kalau sudah mereka kuasai penuh pulau-pulau itu, maka soal klaim hanya soal waktu saja. Maka belajar dari kasus konflik Jepang dan China atas pulau kosong di Kepulauan Diaoyu diatas, sebaiknya Pemerintah mengevaluasi ulang program 'adopsi pulau' itu.



sumber :http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=16857293

Post a Comment

Previous Post Next Post