Sedikit tentang Suku Dayak

Indonesia dibangun atas beragamnya suku. Selain Suku Dayak di Kalimantan, masih banyak lagi suku yang lainnya. Sebagai contoh sebut saja Suku Minang, Suku Batak, Suku Jawa, Suku Sunda, dan banyak lagi lainnya. Sebagai Negara kesatuan, setiap suku di Indonesia menyatakan keesaan dalam bentuk Negara kesatuan Indonesia.
Suku-suku di Indonesia merupakan aset budaya bangsa yang menunjukkan kebhinekaan harmonis. Kebhinekaan ini tercermin pula pada Suku Dayak di Kalimantan. Beragam suku di Indonesia tidak membuat Negara ini terpecah. Justru membuat Indonesia kaya akan budaya yang tinggi. Suku Dayak di Kalimantan salah satunya. Suku ini berada di pulau Kalimantan, tepatnya di pedalaman Kalimantan.
Mengapa berada di pedalaman?
Apakah setiap suku yang masih memegang adat budaya leluhur mesti berada di pedalaman wilayah dan terkesan terpinggirkan? Bisa saja, Ya. Terpinggirkan hingga menempati daerah pedalaman secara periodic karena perkembangan zaman. Ada pula yang menempati pedalaman karena sejarah.

Pada umumnya, semua penduduk di kepulauan Nusantara berasal dari Cina Selatan, termasuk Suku Dayak di Kalimantan. Asal mula Suku Dayak di Kalimantan adalah migrasi bangsa Cina dari Provinsi Yunnan di Cina selatan pada 3000-1500 SM. Sebelum datang ke wilayah Indonesia, mereka mengembara terlebih dahulu ke Tumasik dan semenanjung Melayu.

Ketika kita mendengar atau membaca kata Dayak, pastilah alam pikiran kita teringat akan suku Dayak di pedalaman Pulau Kalimantan. Kalimantan atau Borneo merupakan sebuah pulau tua dengan hutan lebat yang menjadi paru-paru dunia. Dayak secara bahasa diartikan sebagai suku yang menggantungkan hidupnya pada air. Suku Dayak biasa menjalani hidup secara bahari, karena hidup mereka berada di hulu-hulu sungai.

Orang Dayak menjalani hidupnya dengan cara mendiami hutan-hutan yang lebat. Agar bisa mendapat makanan mereka suka berburu. Cara memburu binatangnya terbilang cukup unik. Misalnya mereka ingin makan daging binatang rusa. Maka orang Suku Dayak yang sedang berburu akan mengeluarkan suara yang mirip dengan anak rusa. Dalam melakukan perburuan, orang Suku Dayak juga memperhitungkan waktu dan pergerakan angin. Waktu diperhitungkan karena berhubungan dengan pola kegiatan dari binatang yang akan diburu. Sedang penghitungan pergerakan angin digunakan untuk mencari posisi yang aman ketika sedang bersembunyi. Selain itu binatang suka curiga terhadap bau asing, termasuk bau manusia, maka pergerakan angin ini juga sangat menentukan sekali terhadap berhasil atau tidaknya mereka berburu. Adat istiadat Suku Dayak selalu member ajaran kehidupan yang baik pada setiap warganya. Terutama dalam hal mencari makan atau berburu. Mereka tidak pernah melakukan pembunuhan pada binatang bila persediaan makanan mereka masih cukup banyak. Demikian pula untuk bahan makanan yang lain, terutama yang diambil dari tanaman. Mereka hanya akan memetik atau menebang pohon bila sedang melaksanakan upacara tradisi atau pesta. Dari dulu memang adat istiadat Suku Dayak selalu mengajak masyarakatnya untuk menjaga alam dan menghormatinya. Karena alam adalah segala-galanya. Mereka bias hidup dan memenuhi segala kebutuhannya karena sudah disediakan oleh alam. Dengan alasan itulah mereka tidak pernah punya nafsu sama sekali untuk berbuat sesuatu yang merusak alam yang menjadi sumber penghidupannya.

Dalam pikiran orang awam, suku Dayak hanya ada satu jenis, padahal sebenarnya mereka terbagi ke dalam banyak sub-sub suku. Menurut J.U. Lontaan, terdapat sekitar 405 sub suku Dayak yang memiliki kesamaan sosiologi kemasyarakatan namun berbeda dalam adat-istiadat, budaya dan bahasa yang digunakan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh terpencarnya masyarakat Dayak menjadi kelompok-kelompok kecil dengan pengaruh masuknya kebudayaan luar.

Suku dayak terbagi dalam Dayak Muslim dan Non muslim. Yang termasuk Muslim adalah suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak Bukit, Suku Dayak Sampit, Suku Dayak Paser, Suku Dayak Tidung, Suku Dayak Melanau, Suku Dayak Kedayan, Suku Dayak Embaloh, Suku Dayak Sintang, Suku Dayak Sango Dan Suku Dayak Ngabang. Sedangkan Suku Dayak Non Muslin jumlahnya lebih banyak lagi. Yaitu Suku Dayak Abal, Suku Dayak Abai, Suku Dayak banyadu, Suku Dayak Bakati, Suku Dayak Bentian, Suku Dayak Benuaq, Suku Dayak Bidayuh, Suku Dayak Darat, Suku Dayak Dusun, Suku Dayak Dusun Deyah, Suku Dayak Dusun Malang, Suku Dayak Kenyah, Suku Dayak Lawangan, Suku Dayak Maanyan, Suku Dayak Mali, Suku Dayak Mayau, Suku Dayak Meratus, Suku Dayak Mualang, Suku Dayak Ngaju, Suku Dayak Ot Danum, Suku Dayak Samihim dan lain-lain yang diperkirakan jumlahnya mencapati tiga ratus sub suku.

Mata Pencaharian atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup suatu kelompok masyarakat biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Demikian juga mata pencaharian Suku Dayak di Kalimantan dan sekitarnya. Faktor geografis yang menyangkut kondisi alam tempat inggal, latar belakang pendidikan, latar belakang sosial dan pola pikir juga kepercayaan adalah hal-hal yang mempengaruhi mata pencaharian Suku Dayak.
Jaman dahulu, sebelum pendidikan masuk hingga ke pelosok pemukiman tempat Suku Dayak berada, maka kebanyakan masyarakat Dayak melakukan usaha berupa menggarap lahan disekitar tempat tinggal mereka. Tidak seperti masyarakat Suku Jawa yang kebanyakan menanam padi di sawah, Suku Dayak menanami lahan kebunnya dengan padi enam bulanan, jenis padi empat bulanan, dan juga tanaman penghasil buah misalnya singkong, ubi jalar, dan pisang. Karena kondisi tanah di Kalimantan yang lapisan humusnya tipis, maka cepat sekali lahan perkebunan Suku Dayak kehilangan kesuburan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesuburan tanah, mereka kerap membakar lahan merekam lantas membuka lahan baru.
Dalam menunggu masa panen dari lahan dan kebun mereka, biasanya mata pencaharian Suku Dayak pedalaman adalah berburu di hutan atau mencari ikan di sungai. Berbagai hewan buruan seperti babi hutan, burung, dan hewan lainnya dapat menjadi makanan sehari-harinya. Saat ini, karena pendidikan yang sudah banyak masuk ke kalangan mereka, maka pola berburu mulai berubah menjadi beternak. Biasanya hewan ternak mereka adalah babi, dan juga ayam. Selain untuk bahan makanan, babi juga merupakan binatang yang sering digunakan dalam berbagai upacara adat tradisional Suku Dayak.
Beberapa putra daerah dari Suku Dayak ada yang telah berhasil menempuh pendidikan hingga tingkat sarjana bahkan lebih tinggi lagi. Itu mulai merubah pola mata pencaharian Suku Dayak. Mereka sudah banyak yang menjadi pegawai negri, karyawan swasta, buruh, ataupun pejabat di pemerintahan. Beberapa juga telah kembali kepada Sukunya dan mengabdi sebagai guru, kepala desa, atau bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Membagi ilmu yang mereka dapat di bangku sekolah, dan menularkannya kepada saudara-saudaranya di kampung.


Suku Dayak merupakan salah satu kekayaan tradisi di Indonesia. Suku Dayak memiliki senjata yang sangat khas, diantaranya sipet atau sumpitan merupakan senjata utama yang berbentuk bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjanganya sekitar 1.5-2.5 meter. Terdapat lubang untuk memasukkan anak sumpitan yang disebut damek. Di ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah dianyam. Selain itu, ada tempat anak sumpitan yang disebut telep.
Spoiler for sumpit:

Spoiler for telep:

Selain sipet, senjata Suku Dayak yang terkenal adalah Mandau. Mandau merupakan senjata utama yang sangat keramat. Mandau merupakan senjata tajam sejenis parang namun berbeda berbeda dengan parang, Mandau memiliki ukiran-ukiran di bagian bilahnya yang tidak tajam. Ada juga Mandau yang ditambahi lubang-lubang di bilahnya yang ditutup dengan kuningan atau tembaga untuk mempertindah bilah Mandau. Biasanya senjata ini diserahkan secara turun temurun. Bentuk Mandau panjang dengan dihiasi tanda ukiran dalam bentuk tatahan dan diukir dengan emas, perak, tembaga, dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Sebenarnya, Mandau memiliki nama asli yang panjang, yaitu Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau.
Spoiler for mandau:

Spoiler for mandau:






sumber :http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=14293603

Post a Comment

Previous Post Next Post