Semangat perintis haji Indonesia 500 tahun lalu



Semangat perintis haji Indonesia 500 tahun lalu

Jauh sebelum kedatangan kapal dagang Portugis di perairan Nusantara, tercatat pada tahun 1503, sudah ada kapal pribumi yang berlayar mengarungi lautan luas hingga akhirnya berlabuh di Jazirah Arab untuk menunaikan ibadah Haji.

Sejarawan M Shaleh Putuhena dalam bukunya Historiografi Haji Indonesia mengatakan, kedatangan pribumi Nusantara di Mekkah itu, besar kemungkinan menjadi orang-orang pertama yang melaksanakan haji.

"Mereka yang datang dengan kapalnya sendiri, bukan jamaah haji yang sengaja berangkat dari Nusantara untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka adalah pedagang dan pelayar yang berlabuh di Jeddah, dan berkesempatan untuk berkunjung ke Mekkah," kata Shaleh.

Arus pelayaran perdagangan orang-orang pribumi ke Jeddah, terus berlangsung hingga tahun-tahun berikutnya. Bahkan ketika bangsa Portugis berlabuh di Nusantara pada tahun 1512 dan menjajah serta menjarah hasil alam, bangsa pribumi masih bisa berlayar mengarungi samudera.

Meski perjuangan untuk mengecoh bangsa Portugis tidak mudah, namun dengan segala upaya mereka bisa meloloskan diri untuk berdagang ke Jeddah sambil menyempatkan diri menunaikan ibadah haji.

"Mereka pergi ke Hijaz (Jeddah) dengan maksud untuk berdagang atau melaksanakan tugas dari pemerintahnya, dan mereka memiliki kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka ini kemudian dianggap sebagai angkatan perintis haji Indonesia," lanjutnya.

Memasuki abad XVII motivasi umat Islam Nusantara melaksanakan haji semakin kuat, sehingga jamaah haji selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun semua terkendala dengan peraturan Portugis yang berusaha mengekang, dan membatasi ruang gerak Muslimin Nusantara berdagang ke luar.

Tetapi tradisi menuntut ilmu yang mulai berkembang, menjadi sebuah pemahaman penting dalam masyarakat Nusantara waktu itu. Menyadarkan mereka untuk memanfaatkan celah tersebut, dengan berpura-pura menjadi pelajar untuk bisa pergi ke Mekkah.

Kesadaran mereka akan pentingnya menuntut ilmu terbentuk, setelah mempelajari hadits Nabi Muhammad SAW yang menetapkan kewajiban untuk setiap muslim menuntut ilmu. Dan pada waktu itu, Mekkah sudah menjelma sebagai pusat studi ilmu Islam terbesar.

Akan tetapi, memasuki abad XVIII sampai XIX, ketika Hindia-Belanda menjajah Nusantara, orang-orang pribumi sudah tidak lagi menggunakan media berdagang atau menuntut ilmu untuk pelaskanaan ibadah haji. Muslimin sudah berani terang-terangan dan leluasa beribadah setiap tahunnya.

Bukan tanpa alasan Hindia-Belanda menerapkan kebijakan pembebasan tersebut, para penjajah memanfaatkan kegiatan tahunan tersebut sebagai komoditas baru meraup untung mengembangkan perekonomian negaranya.

Waktu itu memang transportasi menjadi kendala utama Muslim Nusantara melaksanakan ibadah haji, tidak semuanya memiliki kapal untuk berlayar. Sehingga kesempatan ini yang dimanfaatkan pemerintahan Hindia-Belanda untuk menyediakan alat transportasi.

"Strategi pengembangan perekonomian yang dilakukan oleh Hindia-Belanda melalui pemanfaatan pelaksanaan ibadah haji menjadi momen penting dan berkelanjutan, sebab ibadah haji merupakan kegiatan tahunan yang berlangsung sampai kapanpun," terangnya.

sumber :http://www.merdeka.com/ramadan/semangat-perintis-haji-indonesia-500-tahun-lalu.html

Post a Comment

أحدث أقدم