Rokib, 50 tahun, warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan, menceritakan betapa buah begitu berlimpah di Pasar Minggu saat dia masih siswa sekolah dasar pada 1970-an. “Dulu Duren Tiga, Buncit, Pejaten masih lebat dengan berbagai macam buah, tapi tiap lokasi itu selalu ada yang dominan,†kata Rokib kepada merdeka.com, Rabu pekan lalu.
Untuk kawasan Pejaten hingga Ragunan didominasi buah rambutan. Pepaya dan jambu menguasai Pasar Minggu. Sedangkan Jati Padang, menurut Rokib, sangat kesohor dengan duren montong. Pohon-pohon duren di sana berukuran besar dengan diameter tiga lingkaran tangan orang dewasa.
Bila musim rambutan tiba dan Rokib main ke rumah saudaranya di Pejaten, sepanjang jalan dia melihat rambutan berbuah begitu lebat. Saking banyaknya, tidak perlu memanjat untuk memetik. Apalagi saat itu, Pasar Minggu masih banyak ditempati oleh orang Betawi. “Kadang tidak perlu izin untuk metik buah,†kata Rokib.
Rokib yang juga ketua Rukun Tetangga Pasar Minggu Lebak, RT 03 RW 08 Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, ini bercerita ayahnya dulu pegawai di kantor Kecamatan Pasar Minggu. Ayahnhya pernah membawakan dia majalah resmi pemerintah DKI Jakarta yang memuat laporan jumlah pohon dan buah di Jakarta.
Dari bacaan itu dia baru mengetahui Pasar Minggu memiliki berbagai jenis buah dengan jumlah puluhan ribu pohon. Rokib tidak ingat pasti berapa ribu jumlah pohon pepaya, nangka, duren, sawo, atau yang ada saat itu. Tapi dia memastikan jumlah tiap satu jenis buah bisa mencapai empat puluh ribu pohon, bahkan bisa lebih.
Alhasil, Pasar Minggu kebanjiran pasokan saat musim buah. Biasanya buah-buah itu disalurkan lagi ke pasar-pasar lain di seantero Jakarta. Dia memperkirakan jumlahnya bisa ribuan kilogram kalau melihat hampir semua jenis angkutan keluar masuk mengangkut buah. Mulai dari delman, truk, hingga kereta.
Pasar Minggu juga menyediakan kebutuhan masyarakat lainnya, seperti eperti bahan pokok, pakaian, hingga lauk pauk. Namun tetap saja Pasar Minggu kala itu identik dengan pasar buah-buahan.
Perlahan-lahan limpahan buah itu mulai menyusut. Apalagi sejak pendatang dari luar mulai ramai datang ke Jakarta menjelang 1990-an. Lahan kebun digunakan warga untuk menanam buah mulai tergusur dijadikan permukiman dan jalan raya. Kondisi Pasar Minggu berubah, statusnya sebagai sentra buah tidak lagi seperti dulu. Meski saat ini masih ada buah-buahan, namun dipasok dari luar Jakarta.
“Pasar Minggu dulu dikenal sebagai sentra buah kini hanya tinggal kata-kata,†kata Rokib sambil mendendangkan lirik lagu, “Pepaya, mangga, pisang, jambu... Dibawa dari Pasar Minggu... Disana banyak penjualnya, di kota banyak pembelinya."
sumber :http://www.merdeka.com/khas/pasar-minggu-dan-kenangan-pusat-buah-jakarta-sedjarah-djakarta-4.html
إرسال تعليق