Update Sedikit tentang Suku Dayak


Hampir tidak ada satu pun bangsa atau suku di dunia ini yang tidak memiliki tradisi atau kebiasaan. Beberapa suku dan bangsa bahkan tercatat memiliki tradisi yang mengerikan dan kejam. Salah satunya, adalah tradisi ngayau yang dimiliki oleh Suku Dayak pedalaman jaman dahulu.
Spoiler for ngayau:

Dalam melakukan peperangan untuk memperluas wilayah tersebut, terdapat sebuah kebiasaan yang mengerikan, yaitu memenggal kepala musuh serta membawanya ke kampung mereka. Kebiasaan tersebut sering disebut juga sebagai kayau. Tidak semua prajurit perang berani dan mampu melakukan hal tersebut. Hanya beberapa orang saja yang memiliki keberanian lebih dan mau melakukan ngayau. Oleh sebab itu, mereka yang berani melakukan kayau banyak diperebutkan oleh para wanita Suku Dayak pedalaman karena dianggap mampu melindungi mereka dengan keberaniannya.
Kepercayaan lain yang mendorong mereka mau melakukan kekejaman tersebut juga karena adanya keyakinan bahwa dengan memenggal kepala musuh tersebut, maka roh si musuh tidak akan gentayangan dan mengganggu mereka. Tidak semua musuh boleh dipenggal kepalanya, Wanita dan anak-anak tidak boleh di kayau. Mereka hanya boleh diperbudak saja.
Beberapa upacara adat pun mereka lakukan untuk menenangkan roh si musuh, dengan memberikan sejumlah sesaji dalam upacara adat yang bernama Tiwah. Dimaksudkan agar roh mereka yang di kayau dapat tenang melangkah ke langit ke tujuh dan tidak bergentayangan membalas dendam.
Kesadaran untuk hidup dalam situasi yang damai dan tentram serta kesepakatan untuk berbagi daerah dan hidup bersama dalam kerukunan menyebabkan diadakannya Rapat Damai Tumbang Anoi pada Tahun 1894. Para petinggi Suku Dayak pedalaman menyepakati untuk tidak lagi saling membunuh, saling memenggal kepala, serta saling memperbudak. Selanjutnya upacara adat yang memerlukan kepala manusia diganti dengan kepala kerbau atau binatang lainnya.



Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan maupun ritual tradisionalnya, Suku Dayak selalu mengenakan pakaian khusus sesuai dengan jenis upacara tersebut. Pakaian adat Suku Dayak disebut bulang. Macam dan jenisnya banyak sekali, karena dari masing-masing jenis ini masih terbagi-bagi dalam beberapa kategori lagi. Misalnya bulang kuurung yang modelnya terdiri dari sapek tangan. Disebut demikian karena memang baju ini pada tangannya tidak ada lengan. Kemudian dokot tangan atau yang lengannya pendek, dan langke yang berlengan panjang.Selain kuurung, bulang atau pakaian adat Suku Dayak ada yang lain lagi. Namanya bulang burai king. Jenis baju ini sangat terkenal. Hampir semua keluarga Suku Dayak pasti memilikinya. Karena banyak upacara tradisional yang mengharuskan orang Dayak untuk mengenakan pakaian ini. Yang istimewa dari bulang ini adalah banyak manik-manik yang dipasang untuk hiasan. Sebagai pelengkap dan pemanis, di kepala dan ujung tangan orang yang memakai bulang burai ini mengenakan semacam hiasan yang terbuat dari bulu burung enggang yang indah dan ditata dengan berjuntai-juntai. Sangat menarik sekali.
Spoiler for pakaian adat dayak:

Spoiler for pakaian adat dayak:

Spoiler for burung enggang:

Di setiap upacara tradisional, sering terdapat tarian tradisional pula. Demikian juga yang terjadi pada Suku Dayak. Yang menarik dari tarian mereka adalah gerakannya yang lincah dan dinamis serta mengandung makna dan pesan yang sangat dalam.
Selain itu ada hal yang membuat mata itu selalu ingin memandang tarian itu. Yaitu pakaian yang dikenakannya. Selain banyak hiasan dan manik-maniknya serta hiasan kepala yang memikat hati, perpaduan warnanya juga sangat menakjubkan bila ditinjau dari sisi desain warna.
Pakaian adat Suku Dayak kebanyakan mengambil tema dari kehidupan binatang. Ada juga yang bertemakan kehidupan alam, namun yang paling banyak tetapkehidupan margasatwa, terutama burung. Demikian juga dengan tari-tarian tradisionalnya yang juga sering menggambarkan kehidupan burung dengan bulu-bulunya yang cantik yang sedang melakukan gerakan terbang ke angkasa.
Spoiler for tarian dayak:

Spoiler for tarian dayak:

Spoiler for tarian dayak:



Rumah Betang adalah rumah adat khas Suku Dayak yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang dimana ladang Suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan
Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Kini, rumah betang yang menjadi hunian orang Dayak berangsur-angsur menghilang di Kalimantan. Kalaupun masih bisa ditemukan penghuninya tidak lagi menjadikannya sebagai rumah utama, tempat keluarga bernaung, tumbuh dan berbagi cerita bersama komunitas. Kini rumah Betang tinggal menjadi kenangan bagi sebagian besar orang Dayak.
Spoiler for rumah betang:

Spoiler for rumah betang:


Sape dalam bahasa lokal Suku Dayak dapat diartikan “memetik dengan jari”. Dari makna namanya itu diketahui dengan jelas bahwa sape adalah perangkat musik yang dimainkan dengan cara dipetik. Kendati sama-sama berjenis alat musik petik, namun sape agak berbeda dengan gitar dalam cara memainkannya. Alat music Sape dibuat dari bahan kayu pilihan. Kayu yang dinilai mempunyai kualitas baik sebagai bahan pembuat sape adalah jenis-jenis kayu sebangsa kayu meranti,, misalnya kayu pelantan, kayu adau, kayu marang, kayu tabalok, dan sejenisnya. Kayu-kayu itu dipilih karena kuat, tidak mudah pecah, keras, tahan lama, dan tidak mudah dirusak atau dimakan binatang seperti rayap. Semakin keras dan banyak urat daging kayunya, maka suara yang dihasilkan sape akan semakin baik pula. Untuk dawai atau senar sape, pada awalnya masih menggunakan tali yang berasal dari serat pohon enau atau aren, namun sekarang senar sape sering dibuat dari bahan kawat tipis sehingga bunyinya akan terdengar lebih nyaring.
Sape adalah alat musik yang berfungsi untuk menyatakan perasaan, baik perasaan riang gembira, rasa sayang, kerinduan, bahkan rasa duka nestapa. Seiring dengan perkembangan zaman, sape kemudian tidak hanya berfungsi sebagai alat musik untuk menyatakan perasaan saja, namun sape juga mulai sering dimainkan bersama dengan alat-alat musik lainnya. Selain itu, sape dimainkan oleh kaum lelaki Suku Dayak untuk menarik perhatian perempuan yang sedang ditaksirnya.
Spoiler for sape:





sumber :http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=14293603

Post a Comment

أحدث أقدم